Harapan Mas Menteri Pupus di Depan Gerbang Sekolah

oleh -139 views
Rendy Dwi Maulana, Harapan, Mas Menteri, Pupus, Sekolah

Oleh: Rendy Dwi Maulana

Sejak Pandemi Covid 19 mengubah kehidupan manusia. Problem kesehatan memang vital, dan mampu meregut segala kenikmatan hidup manusia. Covid 19 mengguncang dunia kesehatan dan juga aspek perekonomian umat manusia, begitupun kehidupan para guru. Dampak kondisi saat ini terasa oleh guru-guru honorer, mungkin tidak dirasakan oleh guru yang berstatus ASN atau sekolah-sekolah yang dihuni oleh siswa dari kalangan atas tetapi tidak bagi guru honorer di sekolah negeri yang upah bergantung pada Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta sekolah swasta yang diisi siswa dengan taraf ekonomi menengah ke bawah dan sangat mungkin melohat situasi saat ini ekonominya pun rentan.. Mudah-mudahan saja tidak demikian.

Cerita pilu Adam, guru honorer di Kabupaten Sumedang yang harus mengajar daring dan digaji tidak menentu sejak 2008 tergantung kebijakan. Walaupun di situasi saat ini ada bantuan kuota dari sekolah, tetapi itu dirasa tidak cukup. Belum metode lain seperti home visit memerlukan biaya yang dikeluarkan. Menurutnya upah yang diterimanya harus dicukupkan dengan kebutuhan keluarganya (JabarEkspres.com).

Kisah lain dari Sri Haryati (tirto.id), guru honorer yang sudah mengajar selama 23 tahun yang digaji 1 juta (dari APBD setempat) dan harus membantu suaminya untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya. Biasanya Sri mendapat tambahan penghasilan dari kantin sekolah. Namun dengan ditiadakannya tatap muka, hilang pula pemasukannya Akhirnya Sri mencari tambahan dengan berjualan pakaian walaupun hasilnya tidak seperti dalam keadaan normal.

Baca :  Lumbung Ikan Nasional: Antara Harapan dan Kenyataan

Di belahan Indonesia yang lain, mungkin ada Adam dan Sri yang lebih miris nasib hidupnya sebagai guru honorer, salah satunya Yan Budi Nugroho yang digaji Rp200.000,00 per bulan (detikcom). Sungguh pelik di tengah harga kehidupan yang kian membumbung tinggi, di antara Covid 19 yang semakin menghimpit. Guru honorer butuh tempat berlindung dari kemiskinan yang hinggap di depan matanya.

Upaya Mas Menteri dalam Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020 tentang perubahan atas Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 berisi Juknis BOS. Dalam Permendikbud perubahan batas maksimal 50 persen alokasi dana BOS untuk gaji guru dihapus dengan maksud membei keleluasaan kepada kepala sekolah untuk mengalokasikan gaji guru di tengah kesulitan hidup para guru honorer. Setelah sebelumnya pun Dana BOS pun mengalami kenaikan dari jenjang SD hingga SMA.

Baca :  Dukung Pendidikan, Turun Tangan Bali Bantu Sekolah Inklusif

Kebijakan itu merupakan jalan tapak dan harapan Mas Menteri agar dapat menambah kesejahteraan guru honorer. Melalui keleluasan yang diberikan, Kemendikbud optimis Dana BOS akan direalisasikan dengan bijak oleh kepala sekolah, termasuk menunjang kesejahteraan guru honorer. Tetapi sudahkah upah guru naik dengan keleluasaan tersebut? Menurut Ketua DPD Forum Hononer Non K2 PGHRI (Persatuan Guru Honorer Republik Indonesia) Jawa Timur Nurul Hamidah (Fajar.co.id), bahwa di lapangan masih banyak guru yang belum merasakan kenaikan honor dari BOS yang boleh lebih dari 50 persen. Termasuk kisah Adam, Sri dan Yan, tiga guru honorer yang belum mengalami perubahan upah.

Upaya Kemendikbud tersebut tidak akan ada artinya tanpa keberanian dengan rasa tanggung jawab dari kepala sekolah. Karena menurut Koordinator Wilayah Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) DKI Jakarta Nur Baitih, menyatakan rasa pesimis Dana BOS direalisasikan lebih dari 50 persen untuk upah guru, bahkan di DKI Jakarta pun realisasinya belum merata. Menurutnya itu bergantung pada karakter kepala sekolah (Fajar.co.id). Seharusnya kepala sekolah dengan diskresi yang diberikan dapat merealisasikan dengan penuh rasa tanggung jawab. Karena tanpa peran kepala sekolah dalam situasi kali ini, problem kesejahteraan guru honorer yamg sudah laten (situasi rentan miskinnya). Atau mungkin ada problem etis dalam kepsek yang tidak berani memanfaatkan diskresi yang ada, demi rasa kemanusiaan sekalipun.

Baca :  SMKN 2 Kota Bogor Sosialisasikan Program Kerja Tahun 2020-2021

Kepala sekolah selama ini hanya berusaha menjaga sekolah terlihat estetik bahkan pada taraf kehidupan guru-gurunya. Sering pula kepsek bersembunyi pada kata sabar dan ikhlas jika dihadapkan dengan kehidupan guru honorer yang pilu. Tapi kesempatan untuk memperbaikinya kali ini ada, sungguh tidak arif jika kepala sekolah tidak berani mengambil sikap demi kehidupan layak manusia yang berprofesi sebagai guru.

Kemendikbud menitipkan harapan kepada kepala sekolah, tetapi sayang masih ada yang tidak sampai ke meja kerja para guru honorer. Mas Menteri, mungkin harapan itu pupus di depan gerbang-gerbang sekolah terbawa angin Covid 19 yang semakin kencang. Guru honorer sepoyongan menatap hidup yang makin sulit. Padahal situasi ini menuntut guru untuk bisa berkembang dengan pesat, demi pendidikan yang tetap terjaga kualitasnya. Namun guru honorer sulit keluar untuk berlari karena terjebak di pintu kemiskinan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *