Oleh: Dr Apendi Arsyad
Pokok-2 pikiran disampaikan dalam forum silaturrahmi dan buka bersama jajaran Pengurus Dekopinda Kab.Bogor di resto Bukit Air di Ciomas Kabupaten Bogor, Jumat, 7 Mei 2021.
Terima kasih atas undangan Ketua Dekopinda Kab.Bogor yang baru kang Pepi yang meminta saya hadir di acara silaturrahmi dan bukber ini. Sekallgus juga saya diminta menyajikan pikiran-2 yang bertemakan “Strategi Optimalisasi Gerakan Dekopinda dalam Dinamika Gerakan Koperasi di Kabupaten”, yang kemudian saya ringkas menjadi topik makalah ini. Saya berterima kasih pula bahwa saya diberi amanah kembali sebagai Ketua Mejelis Pakar Dekopinda Kab.Bogor periode ini 2020-2025, berarti saya sdh 3 periode menjabat fungsi yang sama sebagaimana 2 periode sebelumnya. Saya senang dan bersyukur bisa berkelanjutan bertemu para Sahabat yg peduli perjuangan dan nasib perkoperasian di daerah Kab.Bogor yg penuh tantangan dengan berbagai dinamikanya.
Keberadaan kawan-2 sungguh tepat berhimpun dalam lembaga gerakan Koperasi, Dewan Koperasi Daerah (Dekopinda) ini yang menjadi tumpuan harapan para pencinta dan aktivis koperasi serta stakeholders lainnya yang prokoperasi agar berkembang menjadi soko guru perekonomian di Kab.Bogor, dan kita paham bahwa koperasi sebagai badan usaha bersama diharapkan dapat mensejahterakan anggotanya dan memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat sekitarnya.
Kita menyadari perjuangan gerakan Koperasi untuk menjadi soko guru perekonomian nasional dan sistem usaha bersama serta mencapai kemakmuran bersama (bukan kemakmurang orang perseorangan) sebagaimana amanah ideolog dan proklamator RI-pahlawan nasional bapak Dr.H.Muhammad Hatta, yang juga Bapak Koperasi Indonesia. Bahkan bpk.Hatta telah berjuang sebagai salah seorang the founding father NKRI telah meletakkan bangunan.Koperasi di dalam UUD 1945 pasal 33 bagian Kesejahteraan Sosial yang sejalan dengan satu tarikan napas Sila ke 5 Pancasila yakni Keadilan Sosial bagi Seluruh Indonesia.
Sila ke5 ideologi dan falsafah Pancasila inilah yang sesungguhnya merupakan “goal ultimate” bagi kemakmuran bangsa dan kesejahteraan rakyat yg berkeadilan. Tanpa keadilan sosial, tidak mungkin kita bisa sebagai bangsa mewujudkan 4 tujuan bernegara NKRI yaitu melindungi segenap tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut berperan menciptakan perdamaian abadi dalam kerangka kepentingan nasional kita.
Saya sengaja berpikir konstitusional sejenak agar kita paham dan mengerti akan status dan peran badan usaha Koperasi dalam hukum tata negara Indonesia.
Sebab dari doeloe (awal kemerdekaan 17/8-1945 era Orde Lama: bung Karno orde baru: bapak Harto hingga sekarang (zaman pasa Reformasi) boleh kita katakan setiap regim “gagal” mewujudkan tatanan atau sistem perekonomian nasional usaha bersama itu dengan Koperasi sebagai ujung tombak soko guru perekonomian nasional.
Jujur kita berkata bahwa fakta di lapangan kehidupan berkoperasi semakin tersisih dan marginal. Akibat negatifnya ketimpangan sosial menganganga dianalisis dari sejumlah indikator rasio seperti indek gini rasio, indek persepsi demokrasi dan indek kesejahteraan sosial dengan sejumlah parameter Indonesia tertinggal jauh dari negara-2 lain di dunia, Asia dan bahkan Asia Tenggara spt Sungapura, Malaysia, Thailand dll.
Sistem perekonomian nasional bercirikan kapitalis, bukan sosialisme-religious dan koperasi sebagai sokogurunya. Pelaku usaha pribadi (coorporate private) bahkan kini telah menggeser usaha milik negara (state coorporate, BUMN) ditinjau dari kepemilikan dan pengusaan kekayaan alam dan kapital (assets) terutama keuangan dan eksploirasi sumberdaya alam.
Kondisi negeri NKRI dapat dikatakan “ngeri-2 sedap” dimana hegemoni dan cengkraman oligarki kian tampak ke permukaan. Para pengusaha besar (taipan, kaum oligarki) cukup kuat tangannya masuk ke dalam urusan regulasi dan kebijakan publik yang prokapitalis seperti UU minerba, UU Ciptakerja dll. Urusan politik (pildes, pileg, pikadal, pilpres) pun diwarnai dan dikendalikan kaum pemilik modal, karena biaya demokrasi rakyat langsung besar dan tinggi biayanya (hight cost). Dalam aktivitas perpolitikan tidak menggunakan akal sehat (common sense) memilih peminpin dan wakil rakyat (DPRD dan DPR), justru demokrasi politik nasional terjadi proses transaksional, dengan istilah hari-hari dikenal “wanipiro”, tidak ada makan siang gratis, mencari yang haram saja susah apalagi yang halal, dsb ungkapan peribahasa sesat dan menyesatkan. Masyarakat kita cenderung menjadi pragmatis, materialistik dan individuslistik. Jiwa dan semangat solidaritas dan kerjasama sosial ekonomi (komunal, guyub) dan gotong royong semakin pudar dan sirna dalam kehidupan keseharian. Akibat negatifnya koperasi sebagai organisasi ekonomi (pelaku bisnis) ysng berwatak sosial memjadi lumpuh dan sulit tumbuh berkembang di berbagai lingkungan masyarakat kita saat ini. Lihat dan baca data statistik Koperasi yg diterbitkan Biro Pusat Statistik (BPS) RI data dan faktanya memprihatinkan.
Sebagai contoh data Koperasi Indonesia yang ada di daerah Kab.Bogor keragaan dan kinerjanya kurang baik, dimana jumlah BH koperasi ada sebanyak 1711 unit (tahun 2017) tetapi yang tidak aktif ada 432 unit, yang melaksanakan RAT sedikit sebanyak 420 unit Koperasi, jumlah anggota Koperasi hanya sebanyak 282.160 orang dari lk 3-4 juta penduduk Kab.Bogor penduduk dewasa. Berdasarkan data ini bisa disimpulkan badan usaha Koperasi belum mengakar dan belum dikenal oleh warga masyarakat Kab.Bogor. Belum lagi kita mempelajari dari segi kekuatan permodalan masih sangat lemah yakni jumlah modal sendiri (thn 2017) ada sebesar Rp.573.460.673.495,- sedangkan modal luar Koperasi jauh lebih besar Rp.848.340.921.473,-
Artinya kinerja keuangan Koperasi masih tinggi ketergantungan ke pihak luar, kemandirian (self help dan self reliance) belum tercapai. Demikian pun dari sekian ribu (1711 unit BH Koperasi) data tahun 2017 untuk jumlah volume usaha masih relatif kecil yskni sebesar Rp.1.080 Triliyun dengan SHU Koperasi sebesar Rp.53 Milyard. Di kabupaten Bogor badan usaha Koperasi terdapat pada semua (40) Kecamatan tapi tidak tersebar merata, gejalanya semakin jauh letak Kecamatan dari pusat Pemerintahan Cibining Bogor semakin tampak berkurang dan jarang Koperasinya, jumlah Koperasi yang banyak usaha simpan pinjam ketimbang koperasi berusaha di sektor rial seperti pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. KUD yang dulu dibanggakan keberadaannya di daerah perdesaan, kini sdh menurun kinerjanya akibat dihilangkan berbagai subsidi dan peran kemitraan usaha yang melayani kebutuhan saprotan petani dan sembako masyarakat tidak.lagi diberikan kepada Badan Usaha Koperasi.
Kemunduran dan ketertingalan kehidupan berkoperasi di masyarakat akibat faktor struktural dan kultural.
Hambatan struktural misalnya seperti kebijakan, regulasi dan program serta kegiatan ekonomi, bisnis dan investasi cenderung diberikam karpet merah kepada swasta ketimbang badan usaha Koperasi terutama jenis usaha yg sangat menguntungkan seperti finance, proverty, mining, trading ekspor-impor, itc etc. Sedangkan hambatan budaya, sikap mental (kultural) karena sumberdaya manusia (sdm) koperasi sangat rendah mutunya akibat adanya lingkaran setan yang elemen-2nya saling berkaitan dan berkelindan, ibarat ayam-telor yang mana yang duluan.
Menghadapi hambatan struktural dan kultural yang merupakan tantangan yg cukup berat bagi gerakan Koperasi Indonesia. Untuk itu dituntut adanya strategi dan usaha-2 nyata dari Dekopinda sebagai Lembaga Gerakan Koperasi, memahami, mentaati dan menjalankan UU Nomor 25 tahun 1992 khususnya pasal 57-58 yang berbunyi sbb:
(1) Koperasi secara bersama-sama me dirikan satu organisasi tunggal yang berfungsi sebagai wadah untuk menperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi; organsasi gerakan berdasarkan Pancasila, sedangkan namanya, tujuan, susunan dan tata kerja organisasi diatur dalam AD dan ARTnya.. dikenal Dekopin utk pusat atau Dekopinda utk daerah.
Dalam pasal 58 cukup jelas dan tegas Lembaga Gerakan Koperasi, organisasi Dekopin melakukan kegiatan sbb:
1. Memperjuangkan dan menyalurkan aspirasi Koperasi;
2. Meningkatkan kesadaran berkoperasi bagi anggota dan masyarakat;
3. Melakukan pendidikan perkoperasian bagi anggota dan masyarakat;
4. Mengembangkan kerjasama antar Koperasi (spt JUK) dan antar Koperasi dengan badan usaha lain (spt kemitraan), baik pada tingkat nasional maupun internasional (global). Kemudian untuk melaksanakan kegiatan tersebut, Koperasi secara bersama-sama menghimpun dana Koperasi.
Demikian isi makalah saya, semoga ada manfaatnya. Syukron barakallah.
Penulis adalah Pendiri-Dosen/Assosiate Professor pada prodi Agribisnis, Konsultan K/L, Aktivis Ormas spt Dekopinda, Kadinda, Kahmi, ICMI, Dewan Pendidikan, dll.