Krisis Kemanusiaan di Suriah, Seperti Hari Kiamat

oleh -165 views
Krisis Kemanusian Suriah,Seperti Hari Kiamat
Pengungsi Idlib, Suriah (foto: Al Jazeera)

LEAD.co.id | Kurangnya bantuan kemanusiaan dan melonjaknya harga kebutuhan pokok telah menyebabkan kelaparan di Kota Idlib, barat laut Suriah.

Para aktivis dan relawan kemanusiaan melaporkan, bencana yang belum pernah terjadi sebelumnya, saat ini sedang berlangsung di Suriah barat laut (Idlib). Pasukan pemerintah didukung oleh tentara Rusia dan milisi Iran, disebut terus menyerang daerah-daerah yang dikuasai kelompok oposisi.

Kondisi terkini dilaporkan semakin memburuk, membuat para relawan berjuang untuk mengatasi sejumlah besar warga yang mengungsi ke utara dan barat provinsi Idlib dan Aleppo.

“Situasinya 20 kali lebih buruk daripada tahun lalu. Dan selama rentang tahun lalu, kami memiliki 1,2 juta orang yang terlantar (di barat laut Suriah)”, ungkap aktivis LSM Suriah Relief and Development, Obaida Dandoush seperti dilaporkan Al Jazeera, Senin (10/2/2020).

Sejak musim panas 2018, pasukan pemerintah Suriah telah berusaha untuk merebut kembali kubu oposisi terakhir di barat laut, tempat tinggal lebih dari tiga juta orang. Menurut PBB, sekitar 700.000 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah melarikan diri sejak meningkatnya pertempuran baru-baru ini di daerah itu pada Desember.

Hingga dalam minggu terakhir, sekitar 100.000 orang diusir dari rumah mereka. PBB menyatakan, serangan udara dan darat di Idlib menyebabkan “gelombang besar” pemindahan dan “kerugian besar kehidupan sipil”.

Baca :  Joe Biden Arahkan Serangan di Suriah, Belasan Milisi Iran Tewas

 

Tidak Ada Bantuan dari Internasional

Respon atau kjepedulian kemanusiaan di lapangan disebut telah gagal memenuhi kebutuhan para pengungsi dan diperparah dengan kondisi cuaca yang keras.

Saeed Ezz al-Din, Jurnalis untuk organisasi kemanusiaan Turki IHH, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa, ada kekurangan utama dari kebutuhan dasar, termasuk makanan dan air bersih, obat-obatan, pakaian hangat, bahan bakar dan tenda. Dia juga mengatakan sudah ada sejumlah kematian, termasuk di antara anak-anak, karena suhu rendah.

Dirinya melaporkan, IHH dan sejumlah kelompok Turki sedang bekerja untuk membuka kamp-kamp baru yang dapat menampung puluhan ribu orang. “Perumahan sementara sangat dibutuhkan karena tidak ada cukup ruang di kamp yang ada untuk menampung pendatang baru,” kata Ezz al-Din.

Habib Khashouf, anggota persatuan dokter di provinsi Idlib juga membenarkan banyaknya pengungsi terpaksa tidur di tempat terbuka, tanpa tempat berlindung.

Menurut dokter itu, lebih dari 2.000 keluarga mengalir ke wilayah Jisr al-Shughour di provinsi Idlib barat. Dia mengungkap, bantuan telah lama berhenti datang ke beberapa kamp, karena berbagai kelompok internasional menarik diri dari Suriah dalam beberapa tahun terakhir.

Baca :  WNA Halangi Ambulance, Imigrasi Bogor Pertimbangkan Kemanusiaan

Menurut Dandoush, dari Suriah Relief and Development, kekurangan bantuan kemanusiaan mengancam kehidupan warga Suriah. Jika aliran bantuan tidak berlanjut ke barat laut Suriah, ia khawatir bahwa wilayah itu dapat melihat kelaparan dalam skala satu di Yaman, yang digambarkan oleh PBB sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

Orang-orang yang kehilangan tempat tinggal itu mengungkapkan kepada  Al Jazeera bahwa, ‘Situasi sangat buruk, itu seperti Hari Penghakiman (Kiamat)’. Mereka mengaku, belum menerima bantuan dari organisasi kemanusiaan.

Sara (bukan nama asli), seorang janda berusia 38 tahun dan ibu dari lima anak mengaku melarikan diri ke utara dari kota Saraqeb sebelum diambil alih oleh pasukan pemerintah Suriah. Setelah tiba di Aqrabat, sebuah desa yang dikelilingi oleh kamp-kamp pengungsi di perbatasan Suriah-Turki, dia tidak menemukan tempat berlindung.

“Saya hanya meletakkan beberapa tikar di atas lumpur di bawah pohon dan di sanalah tempat tidur,” kata Sara, yang seperti banyak orang di barat laut Suriah telah terlantar beberapa kali selama setengah tahun terakhir.

Baca :  Jumlah Pengungsi Terus Meningkat, Dunia Semakin Tak Peduli

Namun, beruntung akhirnya dia berhasil menemukan tempat perlindungan dengan kerabatnya. Saat ini, dilaporkan Al Jazeera, dia berbagi dua kamar kosong dengan 20 orang. Uang sewa bulanan mereka 160.000 lira ($ 150) – jumlah yang harus dibayar keluarga.

Sara mengatakan, tidak melihat organisasi lokal atau asing mendistribusikan makanan atau jenis bantuan lain di daerah tersebut. Dia telah berjuang untuk membeli roti untuk anak-anaknya, karena harga tas 10 buah, telah mencapai 450 lira ($ 0,50); hanya setahun yang lalu dia membayar 15 lira untuk jumlah roti yang sama.

Melonjaknya inflasi lira Suriah dan pertempuran yang sedang berlangsung menyebabkan harga kebutuhan pokok melonjak., Gas untuk memasak juga menjadi tidak terjangkau bagi keluarga Sara, mereka membakar kayu apa pun yang bisa mereka temukan. Air minum sulit ditemukan, sementara buah dan sayuran adalah sesuatu yang hanya bisa mereka impikan, kata Sara.

“Aku terus berjalan hanya demi anak-anakku. Situasinya sangat buruk, itu seperti Hari Penghakiman! (Kiamat)” kata Sara. (Al Jazeera/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *