Pengamat Konstruksi: Proyek RSUD Leuwiliang Bisa Terindikasi Korupsi

oleh -395 views
Sidak, RSUD, Leuwiliang, KSLL, Tiang Pancang
Anggota Komisi 4 diantaranaya Ridwan Muhibi (Fraksi Golkar) dan Ruhiyat Sujana (Fraksi Demokrat) saat melakukan Sidak ke lokasi proyek pembangunan RSUD Leuwiliang, Kabupaten Bogor

LEAD.co.id | Perubahan desain pada proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten Bogor, dinilai bisa terindikasi korupsi. Pasalnya, proses perubahan pelaksanaan konstruksi sarang laba-laba menjadi tiang pancang pada proyek tersebut dilakukan secara diam diam.

Pengamat Konstruksi dan Pembangunan, Thoriq Nasution mengaku heran dengan perubahan desain pada proyek pembangunan RSUD Leuwiliang tanpa melalui mekanisme yang telah diatur. Karena, untuk mengubah konstruksi maka akan berdampak pada perubahan perubahan arsitektur lainnya.

“Aneh bin ajaib, seharusnya setiap perubahan desain apalagi menyangkut konstruksi tidak semudah itu alasannya (rawan gempa), tentunya harus ada kajian kajian teknis, dan lainnya,” papar Thoriq saat dihubungi Tim LEAD.co.id, Selasa (8/9/2020).

Karenanya, papar Thoriq, perencanaan awal pada proyek pembangunan RSUD Leuwiliang tentunya sudah mempunyai perhitungan-perhitungan konstruksi, yang diantaranya perhitungan gempa, dan lainnya.

Baca :  Tak Ada Izin, STS Minta Pemerintah Hentikan Proyek Kemang Eminence

Sebelumnya, anggota Komisi 4 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor melakukan Sidak ke lokasi proyek pembangunan RSUD Leuwiliang, Senin (7/9). Saat Sidak, mereka menemukan adanya kejanggalan, diantaranya pelaksanaan Kontruksi Sarang Laba-Laba yang diubah menjadi tiang pancang.

“Ini menggunakan uang rakyat loch, bukan uang perusahaan anda, jadi harus sesuai dengan apa yang dituangkan dalam pagu anggaran,” tegas anggota Komisi 4, Ruhiyat Sujana kepada pihak pelaksana proyek.

Sementara itu, Haris selaku Manager Pelaksana Pembangunan menjelaskan bahwa, berdasar hasil rapat, menganjurkan untuk membuat pondasi tiang pancang. Menurutnya, perubahan itu sudah melalui kajian Prof Paulus, seorang ahli dari Bandung.

Baca :  Ketua DPRD: Kasus Bansos jadi Kado Hakordia 2020 dari KPK

Ridwan Muhibi, anggota Komisi 4 dari Fraksi Golkar mempertanyakan surat pengajuan perubahan ke Dinas Perencanaan. Pasalnya, kalaupun ada rapat, seharusnya ada persetujuan dari pihak Pejabat pembuat komitmen (PPK), sedangkan Pengguna Anggaran dalam hal ini Kadinkes Kabupaten Bogor serta Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam hal ini Wadir RSUD yang pada saat itu menyatakan tidak pernah ada rapat apapun.

“Jadi jika ada perubahan minimal harus ada rapat melibatkan beberapa pihak yang disebutkan diatas,” tegas Politisi yang akrab disapa Kang Bibih.

Atas pertanyaan tersebut, Manager Pelaksana mengatakan bahwa, pihaknya sedang mengajukan, dan pengajuan itu sedang dalam proses.

Merespon kejadian itu, Thoriq Nasution mengatakan bahwa, justru dengan perubahan yang dilakukan secara diam diam tersebut, maka bisa terindikasi adanya praktik korupsi. Selain itu, kata dia, mengubah spesifikasikasi teknis dengan tidak adanya addendum, jelas telah menyalahi Perpres Nomor 54 Tahun 2019 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Baca :  Proyek Belum Keluar, Kadin Tuding DPRD Biang Keladinya

“Justru dengan perubahan yang dilakukan diam diam tersebut terindikasi adanya tindak pidana korupsi,” tegasnya.

Selaku pengamat Konstruksi, Thoriq juga memberi masukan kepada para anggota dewan (DPRD) Kabupaten Bogor yang berfungsi sebagai pengawasan, agar meminta perhitungan perhitungan konstruksi awal dan juga setelah perubahan kepada ppihak pelaksana proyek.

“Disini nanti akan tampak bila adanya penyimpangan penyimpangan yang mengarah ke tindak pidana korupsi,” pungkas Thoriq.

Reporter: M. Ikhsan
Editor: Aru Prayogi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *