YSN Dorong Pemerintah Meregulasi Pemanfaatan Ganja

oleh -115 views
YSN, Pemerintah, Regulasi, Pemanfaatan Ganja, Ganja
Buku Hikayat Pohon Ganja yang diterbitkan oleh Lingkar Ganja Nusantara (LGN) pada tahun 2011 [File: tangkapan layar IG LGN]

LEAD.co.id | Di hari Ganja Sedunia hari ini (20/4), Yayasan Sativa Nusantara (YSN), sebagai organisasi yang fokus pada advokasi pemanfaatan tanaman-tanaman Indonesia – termasuk ganja, mendorong Pemerintah dan Parlemen Indonesia untuk meregulasi pemanfaatan ganja – terutama untuk urusan medis.

Negara dapat mencari bukti-bukti yang diperlukan untuk mendukung kebijakan ini dari riset-riset yang telah banyak dilakukan di belahan dunia lain. Bila itu belum cukup, masyarakat tentu akan menyambut baik apabila Indonesia ingin membangun ekosistem penelitian nasional tentang pemanfaatan medis ganj.

Penelitian tersebut dapat melibatkan berbagai aktor: pemerintah pusat dan daerah, universitas, pusat-pusat riset dari dalam negeri maupun luar, kelompok masyarakat yang memiliki budaya ganja, bahkan swasta.

Seruan ini bahkan digaungkan oleh aktor Jeff Smith yang tengah menghadapi proses hukum terkait ganja. Pada konferensi pers yang diadakan Polres Jakarta Barat, Jeff Smith menyampaikan bahwa “Ganja tidak layak dikategorikan sebagai narkotika Golongan I dan secepatnya Indonesia harus melakukan penelitian.”

Baca :  Pemerintah Diminta Fokus Tangani Covid-19, Batalkan RUU Omnibus Law

Seruan tersebut menjadi usulan perubahan terakhir yang dikumandangkan tokoh publik pasca Pandji Pragiwaksono, Jefri Nichol, dan kawan-kawan lain.

“Ada beberapa hal yang ingin kami sampaikan terkait peristiwa ini. Pertama, penegakan hukum kerap menampilkan selebritis yang memakai narkotika, termasuk ganja, sebagai pesakitan yang harus minta maaf ke hadapan publik,” sebut Direktur Hukum dan Kebijakan YSN, Yohan Misero dalam keterangan pers, di Jakarta, pada Selasa, 20 April 2021.

Hal ini, lanjut dia, terlihat di banyak kasus: Nunung, Tora Sudiro, Lucinta Luna, Dwi Sasono, dll. Hal ini tidak diwajibkan oleh hukum dan tidak boleh dipaksakan. Kami menilai kebiasaan ini patut untuk dihentikan.

Yang kedua, terkait dengan hal itu kami juga menyayangkan fokus penegakan hukum yang masih berkutat pada persoalan pemakai. Waktu dan anggaran aparat seharusnya diarahkan pada masalah-masalah yang lebih penting dan berdampak luas.

Baca :  Vaksinasi Covid-19: Pemerintah Tanggung Biaya Perawatan jika terjadi KIPI

Ketiga, Jeff Smith mengangkat masalah penting soal penggolongan narkotika. Regulasi hari ini masih jauh dari sempurna dan definisi narkotika Golongan I, II, dan III juga perlu ditinjau ulang.

“Pun Indonesia tidak bergeming dan tetap menggunakan regulasi hari ini, kami menilai bahwa penempatan ganja, dengan berbagai spesies dan zat turunannya, di narkotika Golongan I sebagai sesuatu yang amat bermasalah,” tambah Yohan.

Ganja dengan segala potensinya tidak dapat dimanfaatkan untuk medis dan juga industri lainnya. Di situasi ekonomi saat ini, pemanfaatan ganja sebagai sebuah aset dengan skema legal, menurut kami, sangat layak untuk dipertimbangkan.

Dengan masuknya Judicial Review dari koalisi masyarakat sipil tentang penjelasan Pasal 6 dan Pasal 8 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, perubahan regulasi internasional tentang pemanfaatan ganja untuk medis tahun lalu di PBB, serta kewenangan inheren Kementerian Kesehatan berdasarkan Pasal 6 ayat 3 UU Narkotika untuk mengubah golongan, kami berharap Pemerintah dan Parlemen dapat menyambut peluang perubahan ini dengan lebih cepat dan terbuka.

Baca :  Pemerintah Gratiskan Pelanggan Listrik 450 VA Selama Tiga Bulan

Terakhir, ketika Lingkar Ganja Nusantara (LGN) menerbitkan buku Hikayat Pohon Ganja pada tahun 2011, niat utamanya adalah untuk menyebarkan pengetahuan dan memberikan Indonesia sebuah buku rujukan awal untuk diskursus mengenai ganja.

Buku tersebut ditulis agar masyarakat dapat melihat ganja dari sudut yang saintifik, berbudaya, dan berbasis bukti. Namun, pihaknya menilai bahwa, akhir-akhir ini beberapa penangkapan terkait ganja kerap menyertakan buku ini dalam penyitaan – seakan-akan buku itu alat untuk melakukan kejahatan.

“Kami memandang hal ini sebagai sebuah upaya untuk mendemonisasi dan mendiskreditkan ganja dan gerakan ini. Semoga hal ini tidak dilanjutkan,” pungkasnya.

Reporter: M Ikhsan
Editor: Aru Prayogi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *