Penyesuaian Elektoral

oleh -115 views
Invisible hand, Dr. Bambang Wahyu
Komisioner KPU Kota Bogor, Dr. Bambang Wahyu

Oleh: Dr. Bambang Wahyu (Komisioner KPU Kota Bogor)

Beberapa lembaga pemerhati pemilu di Indonesia mengkhawatirkan pelaksanaan Pilkada Lanjutan Desember 2020 akan mengalami kendala karena kurangnya legal standing yang menjadi kerangka acu. Selain itu, penyelenggara pemilu pun harus menimbang mitigasi penyelenggaraan Pilkada Lanjutan yang berkesesuaian dengan protokol kesehatan untuk menghindari penularan massal. Untuk itu, diperlukan penyesuaian cara dan metode komunikasi dengan peserta dan pemilih dengan situasi pandemi Covid-19.

Menarik apa yang disampaikan Ingrid Bicu dengan tajuk “Communication Guidelines for EMBs during COVID-19 crisis” dalam artikel International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) 2020 berkaitan dengan pelaksanaan Pilkada Lanjutan tersebut. Selain memberikan panduan praktis dan applicable, buah pemikiran Bicu menyasar strategi situasional dan kompetensi elektoral penyelengara pemilu.

Krisis psiko-sosial publik hari ini tentang outbreaking pandemi Covid-19 disebabkan absennya kanal informasi yang akurat dan terpercaya yang dapat menjadi pegangan publik. Muntahan disinformasi menggeser pandemi menjadi infodemi yang semakin menakutkan. Partisi rasional tidak mampu membendung dan memfilter carut marut disinformasi itu dan semuanya menyusun intelektualitas baru tentang kondisi kemanusiaan (human condition).

Ketakutan dan kepanikan dalam jangka waktu lama akan menimbulkan ketidakpercayaan. Walaupun public distrust pertama-tama disematkan pada otoritas kekuasaan tapi kemudian akan mengimbas pada lembaga-lembaga di bawahnya. Penyelenggara pemilu secepatnya harus menyesuaikan strategi dalam menumbuhkan kepercayaan pemilih untuk menetralisir semrawut disinformasi dan membuat pemilih menerima pembatasan pelayanan hak politiknya.

Berhadapan dengan situasi extraordinary ini, lembaga penyelenggara pemilu harus mulai membiasakan diri dengan perubahan-perubahan elementer dalam pelaksanaan tahapan, program, dan jadwal. Ini menjadi momentum untuk mengakrabkan diri dengan e-democracy yang selama ini hanya menjadi trending issue kepemiluan. Mitigasi melalui the new normal beberapa bulan mendatang bertujuan membiasakan diri dengan beberapa kondisi tak biasa dalam aktivitas keseharian kita. Dalam konteks kepemiluan bisa bermakna “penyesuaian elektoral” (electoral adjustment) dalam mode of knowledge dan budaya kerja penyelenggara dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan tetap bertolak dari regulasi, profesionalitas, dan berintegritas.

Baca :  Kepercayaan Publik dan Penyelenggara Pemilu

Berangkat dari asumsi dasar tentang pelaksanaan tugas dan fungsi di atas, ada tiga kluster yang akan mengalami peyesuaian elektoral mendasar, yaitu sel infromasi internal, model pelayanan terhadap peserta dan pemilih, serta peningkatan kepercayaan publik.

Pertama, Kebutuhan membentuk sel informasi internal tentang pelaksanaan Pilkada 2020 yang berkesesuaian dengan protokol kesehatan nasional. Semua arus informasi terkait pedoman teknis pelaksanaan, pelayanan, dan koordinasi diintegrasikan dalam satu pintu untuk mempertegas rantai kebijakan dan akses pengambilan keputusan. Penyesuaian elektoral diperlukan dalam beberapa kegiatan seperti pelatihan, supervisi, koordinasi, dan asistensi karena tidak dilakukan dengan tatap muka. Untuk itu, penyelenggara pemilu dapat membuka ruang komunikasi virtual yang efektif.

Sistem hierarkis penyelenggara pemilu sejatinya memudahkan alur penyebarluasan informasi internal ini. Selain struktur kebijakan telah tersusun rapi, code of conduct kewenangan pun sistematis. Tinggal bagaimana penyesuaian elektoral pada ranah ini dilakukan dengan mengacu pada kebijakan protokoler kesehatan pemerintah. Jejaring komunikasi internal dengan penyelenggara ad hoc yang mungkin akan mengalami hambatan karena tidak tersedia alat komunikasi yang memadai. Tapi ada cara lain yang dapat dilakukan seperti bekerja sama dengan pemerintah daerah dan aparatur wilayah untuk menyediakannya atau menyusun buku panduan baik virtual maupun manual.

Kedua, model pelayanan terhadap peserta dan pemilih. Selama ini sistem pelayanan penyelenggara telah dilakukan dengan dua cara, aplikasi digital dan manual. Penyesuaian elektoral dalam kondisi seperti ini dilakukan dengan memperbesar persentase aplikasi digital dan tentu saja dengan tingkat keamanan tinggi. Pengalaman pemilu dan pilkada sebelumnya telah membiasakan peserta untuk “mengungsi” ke aplikasi digital dalam beberapa program dan jadwal. Tentu ini memberikan keuntungan bagi penyelenggara dalam melayani peserta.

Baca :  Trend Partisipasi Pemilih Pasca Pemilu: Tantangan Pilkada 2020

Sementara untuk pelayanan manual, penyelenggara dapat menyusun pedoman teknis yang berkesesuaian dengan protokol kesehatan nasional. Pengalaman banyak daerah yang melaksanakan pilkada sebelumnya berkaitan dengan penerimaan dan verifikasi administrasi berkas pencalonan kepala daerah dapat menjadi model. Pada saat itu, SOP penerimaan berkas pencalonan menjadi standar melalui surat edaran dengan tujuan mengantisipasi kesalahan dan kelalaian penyelenggara. Penyelenggara tidak menyentuh bahkan tidak ikut mengangkut berkas tersebut supaya tidak disalahkan jika ada kekurangan atau kehilangan berkas persyaratan. Ini terbukti ampuh untuk mengantisipasi kesalahan prosedural. Hal yang sama dapat dilakukan pada banyak program dan tahapan.

Dengan asumsi DPT Pemilu 2019, penyesuaian elektoral pada pemuktahiran data pemilih dapat dilakukan dengan mempromosikan kerja sama yang lebih intensif dengan dinas kependudukan, pemerintah daerah, dan aparatur wilayah. Banyak kabupaten/kota yang telah membuat aplikasi kependudukan online dan pendaftaran pemilih via smartphone. Hal ini tentu memudahkan tugas penyelenggara ad hoc dalam pendataan dan verifikasi faktual. Tinggal kemudian menyisir wilayah atau tipologi masyarakat yang tak tersentuh aplikasi ini. Dengan demikian, ada lokalisir permasalahan pemuktahiran.

Pemberdayaan RT-RW dalam proses pendataan dan verifikasi dapat menjadi pilihan. PPS hanya berhubungan dengan RT-RW yang sangat mengetahui kondisi aktual kependudukan di wilayahnya. Dengan pembatasan interaksi ini memungkinkan protokol kesehatan dijalankan. Di samping itu, PPS dapat bekerja sama dengan kelurahan/desa untuk membuka pelayanan terpadu pemilih di kantor kelurahan/desa.

Baca :  Bio-Politik Dan Kepanikan

Untuk itu, kegiatan sosialisasi lebih menitikberatkan peran media, daring dan media statis. Konsumsi konten digital yang meningkat pesat selama pandemi membuka peluang penyebarluasan informasi pilkada termasuk media konvensional tv dan radio. Selain meningkatkan kesadaran dan pengetahuan pemilih, sosialisasi berbasis digital ini juga efektif melawan disinformasi karena langsung bersentuhan dengan publik. Penyelenggara dapat mendesain konten dan tampilan yang menarik untuk menghindari “ketidaksetiaan” publik terhadap kontennya, menyebarnya secara teratur dan coverage yang maksimal.

Ketiga, kepercayaan publik terhadap penyelenggara. Mediated politics selalu menimbulkan kekhawatiran publik, sementara pelaksanaan Pilkada membutuhkan kepercayaan. Salah satu cara penyesuaian elektoral dalam ranah ini adalah membuat kanal informasi yang transparan bagi semua pihak. Sebagaimana disebutkan Inggrid Bicu di atas, kepercayaan publik bisa dibentuk melalui media yang terpercaya dengan informasi yang akurat. Menyebarluaskan informasi per tahapan dan program menjadi signifikan untuk membuktikan pada publik tentang kesiapan penyelenggaraan.

Kepercayaan berkaitan dengan harapan publik tentang penyelenggaraan yang profesional dan berintegritas. Kompetensi etis penyelenggara menjadi dasar kompetensi elektoralnya. Dalam situasi pandemi, memenuhi harapan publik tersebut akan memudahkan kelanjutan pelaksanaan tahapan, program, dan jadwal yang lainnya.

Kebijakan the new normal akan dilangsungkan beberapa bulan untuk menguji sejauhmana publik dapat beradaptasi dengan cara hidup yang berbeda dari sebelumnya. Jika hasilnya berjalan baik bukan tidak mungkin pelaksanaan Pilkada Lanjutan 2020 seperti sediakala. Tapi penyesuaian elektoral memberi pengalaman berharga pada penyelenggara untuk membuktikan kualitas dan integritasnya dalam memperkuat demokrasi elektoral ini [  ]. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *